Fenomena Facebook dan Pentingnya Membaca Buku

Ilustrasi dari www.pbs.org

Bacagadget.com – “Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang maha menciptakan.” (Q.S, Al-‘Alaq: 1) Setidaknya ayat itulah yang pertama kali diturunkan oleh Allah kepada Muhammad, utusan-Nya. Ayat itu harusnya kemudian membawa kita merefleksikan diri di hari buku yang jatuh tepat pada tanggal 21 Mei, untuk minimal sejenak memberikan sedikit perhatian terhadap aktivitas membaca yang telah lama ditinggalkan, khususnya bagi kebanyakan masyarakat Indonesia.

Sebagai Muslim yang masih memiliki kepercayaan terhadap ayat-ayat Al-Qur’an, kita mestinya menjadikan sari dari ayat yang pertama kali turun itu sebagai tradisi yang dibangun dan terus dipupuk. Berawal dari membaca lah, masyarakat Arab jahiliyah mampu keluar dari kungkungan tradisi bodoh, beralih menjadi tradisi yang bersinar terang.

Di lain cerita, berawal dari aktivitas membaca yang tidak pernah ditinggalkan, Imam Syafi’I kini menjadi imam madzhab yang diikuti oleh jutaan masyarakat dunia. Karena masyarakat Muslim meninggalkan aktivitas membaca serta terlena dalam kesenangan dunia, peradaban Islam kemudian hancur pasca perang Salib.

Dengan beberapa kisah di atas, hal itu menunjukkan betapa membaca memberikan berjuta manfaat yang tidak diduga sebelumnya. Manfaat yang diberikan tidak hanya dilihat dari segi kuantitasnya, namun dibalik itu mebaca memberikan dampak yang sangat besar bagi kehidupan seseorang, masyarakat, bahkan peradaban.

Anehnya, aktivitas membaca (dalam artian luas) yang memang sudah ada sejak manusia diciptakan justru peminatnya kalah jauh jika dibandingkan dengan peminat facebook yang baru seumur jagung. Ironis bukan?

Fakta menunjukkan bahwa Indonesia merupakan pengguna facebook terbesar di dunia. Facebook menjadi konsumsi wajib yang tak boleh ditinggalkan walau sejenak, mulai dari kalangan remaja hingga orang dewasa. Hampir dalam setiap aktivitas sahari-hari, masyarakat kita selalu ditemani dengan facebook.

Apalagi dengan semakin mudahnya akses yang diberikan oleh pemilik facebook sekaligus pemegang kebijakannya, dengan layanan facebook gratis di setiap penyedia layanan provider telepon seluler. Mengakses facebook tidak hanya bisa dilakukan dengan duduk serius di depan komputer, tetapi juga bisa dilakukan sambil berjalan, makan, bahkan saat duduk menyimak pelajaran di dalam kelas.

Facebook juga telah menjadi wabah yang cepat menyebar di lingkungan pesantren yang dikatakan salaf. Meski porsi aksesnya masih bisa dikendalikan oleh aktivitas pesantren yang cukup padat, tidak bisa dipungkiri bahwa membaca telah kalah peminatnya dengan facebook.

Jika aktivitas membaca menjadi aktivitas yang sama diminatinya dengan facebook, dapat dipastikan bahwa bangsa ini tidak akan terus menjadi bangsa yang disebut sebagai bangsa berkembang. Dan bukan hal yang mustahil, Indonesia akan mampu bersaing dengan negara maju seperti Amerika dengan syarat masyarakatnya mencintai aktivitas membaca

Hal itu telah dibuktikan oleh Jepang, yang pada perang dunia II telah menjadi negara yang hancur lebur. Namun dengan begitu cepatnya mereka bangkit dan menjadi pengendali dalam sektor teknologi dunia. Data menginformasikan, setiap daerah setingkat kecamatan di Jepang memiliki perpustakaan yang tidak pernah sepi dari pengunjung.

Memberikan perbandingan dengan manfaat yang diberikan oleh facebook, tidak salah kiranya jika kita meragukan bahwa facebook memberikan manfaat yang sama besar dengan membaca, tentunya jika membaca bacaan yang positif. Bahkan jika dipandang dari sudut pandang sosial, facebook membuat kita seakan mengasingkan diri dari bersosial dengan masyarakat.

Apalagi, tak sedikit halaman yang menyediakan catatan-catatan yang cukup fulgar, dan hanya sedikit halaman-halaman yang memberikan manfaat berupa informasi atau pengetahuan baru terhadap facebooker. Cukup miris jika membaca fakta tersebut, mengingat komsumen facebook tidak hanya kalangan dewasa, kalangan remaja yang psikisnya masih labil merupakan konsumer terbesar facebook.

Menjadi hal yang sangat menghawatirkan jika remaja kita yang merupakan generasi penerus bangsa justru lebih mencintai facebook daripada bahan bacaan seperti buku, alam, peristiwa, dan sebagainya.

Mungkin sudah saatnya masyarakat kita beralih aktivitas dari facebooker menjadi reader yang haus akan ilmu pengetahuan. Jika sekadar menginginkan bangsa ini menjadi bangsa yang

maju dalam sektor ilmu pengetahuan, namun tidak ada langkah konkret berupa mencintai ilmu dengan menjadikan aktivitas membaca sebagai jalannya, maka jangan harap mimpi itu akan tercapai.

Yang terpenting, membaca tetap harus menjadi aktivitas sehari-hari jika menginginkan kemajuan yang pesat bagi kehidupan, baik personal, masyarakat, bahkan bangsa Indonesia. Momentum hari Buku ini menjadi peluang besar untuk melejitkan semangat membaca kita. Terlebih, membaca merupakan tradisi Islam yang telah banyak memberikan bukti konkret akan besarnya manfaat membaca. Juga bernilai ibadah bukan?

Kurangi aktifitas facebook dan mulai membaca sekarang adalah langkah terbaik. Bukan nanti, apalagi besok.

Penulis : Harizal Iqmal Hasan